Pernah merasa fanatik terhadap sesuatu? Fanatisme yang berlebihan biasanya kurang sehat. Pada umumnya, orang fanatik cenderung melihat sesuatu dari sudut pandang dirinya sendiri dan terlalu mengagungkan apa yang di-fanatik-in nya tadi. Dengan begitu, orang fanatik akan praktis beranggapan bahwa yang beda dengan keyakinannya itu salah atau kalah status. Pendek kata, kalau saya diperbolehkan berpendapat, orang fanatik cenderung tertutup dan kurang mau mengerti pendapat orang lain yang berbeda.
Namanya manusia, apa saja bisa dijadikan obyek fanatisme, dari urusan berat sampai urusan ringan. Dari masalah yang sensitif sampai masalah guyonan. Sejarah telah membuktikan betapa banyak kesalahpahaman, perkara kriminalitas, bahkan perang yang terjadi karena fanatisme yang berlebihan, terutama fanatisme akan agama dan ras.
Saya bukan orang yang fanatik terhadap agama, maksudnya agama saya sendiri. Saya juga bukan orang yang fanatik dengan ras tertentu. Ras saya ya sudah dari sononya, tidak bisa diganti lagi. Saya cukup bangga dengan tingkat fanatisme saya untuk dua hal ini, yang notabene tidak fanatik sama sekali. Oleh karena itu, saya suka heran dan kehabisan napas kalau berbicara dengan orang yang sangat fanatik dengan kedua hal di atas. Capek ngomongnya, karena menurut orang fanatik, yang mereka percayai selalu paling benar dan kepercayaan orang lain sudah pasti “kurang’ benar. Memang tak dapat dipungkiri bahwa kedua subyek ini termasuk yang paling sensitif buat kebanyakan orang. Itulah sebabnya saya berani bersyukur bahwa, untuk kedua hal tersebut, saya masih dapat melihat persamaan diantara perbedaan dan menghargai perbedaan diantara sesama.
Sialnya, saya termasuk orang yang fanatik di hal lain. Saya sangat fanatik dengan zodiac saya. Untung saja urusan zodiac ini bukan termasuk urusan kenegaraan yang membutuhkan kementrian khusus. Kalau tidak, sudah pasti saya menjadi sesosok manusia yang sangat menjengkelkan bagi orang lain, terutama yang berbeda zodiac. Jangankan urusan zodiac teman, lha wong zodiac suami saya saja sering saya remehkan, karena menurut saya, zodiac lain di dunia ini jauh kalah kelas dengan zodiac-ku tercinta. Well, I guess I am not a perfect non-fanatic person after all. Untunglah, di balik kegilaan fanatisme saya ini, saya masih bisa berperilaku sehat. Buktinya, saya tidak melulu berteman atau berkumpul dengan teman se-zodiac saja. Teman-teman saya terbentang dari zodiac Carpicorn sampai zodiac Sagitarius. Mungkin selain akal sehat, faktor lain yang membatasi fanatisme saya ini adalah kesulitan untuk bersosialisasi dengan orang lain jika kalimat pertama yang saya ucapkan adalah “Zodiac kamu apa? Kalau beda zodiac, saya gak mau temenan sama kamu.”
Fanatisme saya kedua adalah soal sepak bola. Saya bukan satu-satunya makhluk hidup yang fanatik berat dengan klub bola pastinya. Cobalah tengok berapa banyak kerusuhan dan tawuran gara-gara supporter fanatik di dunia. Kalau teman seperjuangan bola saya berkata, “Tapi sefanatiknya kamu, kamu masih civil lah. Gak pernah sampe berantem atau gontok2an atau taruhan edan demi bola.” Benar juga sih. Saya gak berantem atau gontok2an dengan supporter fanatik lainnya karena saya takut tawuran. Saya beraninya cuma ‘tawuran’ lewat twitter. Gak berani juga ikut-ikutan taruhan, karena dag dig dug jantung saya tidak kuat. Sudah cukup stres menonton pertandingan tim kesayangan saya, tidak perlu ditambah stres soal duit di bandar taruhan. Tetapi terlepas dari itu semua, level fanatisme saya terhadap klub bola saya boleh dibilang sempurna 100%. Tim sepak bola saya tetap yang terhebat, walaupun statistik terkadang berpendapat lain. The best of the best of the best! Toleransi saya terhadap supporter klub lain masih sebatas meringis kalau mendengarkan mereka berkoar-koar tentang tim mereka dan masih bisa lapang dada untuk menyelamati mereka bila tim mereka menang. Lebih dari itu, nanti dulu…
Kembali ke pokok masalah, bisakah orang yang fanatik ‘sesuatu’ berpikiran terbuka terhadap pendapat orang lain atas ‘sesuatu’ tadi? Sulit rasanya, karena definisi fanatik dengan sendirinya menutup pikiran terhadap hal lain yang berbeda atau tidak sesuai dengan pendapat kita. Hanya kematangan dan kebesaran hati yang mampu membuka topeng fanatisme ini. Pada saat itulah diharapkan fanatisme berakhir, dan menyisakan, menurut saya, perasaan bangga/ proud yang sehat. Perasaan bangga dan fanatik ini sangat berbeda, ya, guys.
Be proud of who you are and everything else that makes you, you. Also, understand that others may have chosen different things, that make them who they are. Your open heart and open mind will guide you through and will tell you how to respect others accordingly. Understanding others doesn’t make you lose your own identity.
Ehmm, selagi kita berbicara mengenai perasaan bangga, saya mau titip pesan sponsor sedikit :) Sampai kapan pun tetap Viva Aquarius! dan Viva Barca!
No comments:
Post a Comment