Thursday, October 7, 2010

Sekolah vs Les



Dahulu kala, semua hewan diwajibkan untuk bersekolah layaknya para manusia. Awalnya semua hewan masuk di kelas yang sama untuk mendapatkan pelajaran dasar pertama. Pelajaran dasar pertama antara lain adalah membaca peta hutan rimba, berhitung dan penguasaan karakter musuh.

Lambat laun, kelas dipecah sesuai dengan karakter masing-masing hewan. Para raja rimba seperti singa dan harimau mengikuti kelas mengintai mangsa dan kelas lari cepat. Para pemamah biak diajarkan cara memilih rumput yang segar dan bagaimana cara mengunyah yang tepat.

Tanpa disadari, terjadilah persaingan antar hewan dan antar sekolah. Semua berambisi untuk mencetak murid-murid yang sempurna dan gilang gemilang bak bintang. Status elit antar sekolah juga dipertaruhkan.

Untuk keperluan ini, sekolah-sekolah lalu menerapkan pelajaran yang lebih sulit dan menganut system penilaian yang lebih tinggi kepada para murid. Imbas dari pergeseran ini adalah menjamurnya acara pelajaran tambahan di luar sekolah, terutama untuk anak-anak hewan yang kurang mampu beradaptasi dan untuk anak-anak hewan yang berambisi menjadi bintang. Dipanggillah para pakar dari luar sekolah. Jadilah para anak sapi diajarkan (secara lebih mendalam) bagaimana cara memamah biak yang (lebih) tepat supaya ia bisa ke sekolah dan mempraktekkan cara memamah biak yang benar tersebut. Demikian pula dengan si anak singa. Supaya ia lebih jawara di dalam memburu mangsanya, ikutlah ia di pelajaran tambahan di luar jam sekolahnya, yang mengklaim akan lebih mengasah kemampuan perburuannya. Supaya nantinya ia bisa lulus dan memperoleh nilai yang lebih tinggi di sekolahnya, demikian klaim si orang tua singa.



Suasana ini membuat beberapa kepala sekolah dan orang tua bingung. Bukankah alasan anak-anak hewan ini bersekolah pada awalnya adalah untuk mencari ilmu, di mana sekolah adalah tempat yang berfungsi untuk memberikan ilmu-ilmu tersebut. Nah, kalau anak- anak mencari ilmu di tempat lain, yang kemudian (katanya) untuk diterapkan di sekolah, maka seharusnya fungsi dan definisi sekolah berganti dong. Sekolah bukan lagi tempat untuk menimba ilmu, tapi tempat untuk mencetak nilai cemerlang. Jadi yang lebih tepat untuk disebut sekolah dalam arti tempat mencari ilmu adalah tempat les-les diluar sekolah ini. Si kepala sekolah menggaruk- garuk kepala tanda heran.
"Am i the only one who is confused? So, the point of going to school is NOT to learn something then, because we get that from the tutoring places. Wait, wait... Lemme get my dictionary and read the definition of school again..."

Mellyberry's point to ponder:

Inilah salah kaprah dalam dunia pendidikan kita. Buat apa ke sekolah kalau saya juga bisa mendapatkan ilmu yang sama, terkadang lebih detil, dari tempat les? Les untuk meneruskan hobi seperti seni atau olahraga masih boleh- boleh saja..tapi kalau les pelajaran sekolah untuk membantu pelajaran sekolah?


Story by mellyberry

2 comments:

  1. Betul sekali. Terkadang anak2 jg bingung cara mengerjakan soal yang mana yang harus diikuti. belum lg nanti kita yang mengajarkan nya lagi. Kalau sp setiap mata pelajaran disekolah harus di kasih tambahan les lagi, mending pilih sekolah atau tutorial? atau home schooling aja kali ya.Sudah sekian jam disekolah, masih juga harus dijelaskan lagi dirumah. Perlukah dipertanyakan qualitas para guru disekolah atau memang anak yang kurang menyimak atau memang lewat jalan pintas saja? Pusing deh.

    ReplyDelete
  2. memang di sekolah sendiri ada tuntutan tidak realistis dari Departemen Pendidikan harus ada sekian mata pelajaran, sekian banyak bahan. Jadi gitu deh. Sekolah juga gak punya waktu untuk bikin anak2 bisa completely digest the materials... :(

    ReplyDelete