Siapa yang tidak pernah makan di restoran Padang? Makanan satu ini sudah sedemikian terkenalnya sampai ke penghujung dunia. Nasi Padang, baik yang disantap di tempat maupun yang dibungkus, nikmatnya tiada tara. Selain menunya yang menggoyang lidah, budaya penyajian nasi Padang juga mempesona mata.
Saya suka sekali makan nasi Padang sejak saya masih kecil. Seiring dengan bertambahnya umur, nafsu saya untuk menumpahkan saus gulai ke nasi, menyantap jeroan dan otak, dan menghabiskan berpiring-piring sambal ijo menjadi berkurang. Ini murni karena alasan kesehatan, bukan karena saya sudah berpaling hati dari nasi Padang. Saya senang dengan dinamika restoran Padang, di mana para pelayannya serba sigap gerak cepat.
Setiap kali saya makan di restoran Padang, terutama di rumah makan Padang yang sudah terkenal, saya sering melamun. Saya sering bertanya sendiri, mengapa para pelayan di restoran Padang tampak selalu sibuk kesana-kemari? Terkadang tempat yang saya datangi tidak terlalu ramai pengunjungnya dan para petugasnya pun berjumlah cukup. Terkadang kalau lagi beruntung, saya disuguhi pemandangan akrobat amatir di mana para pelayan tersebut setengah berlari membawa tumpukan piring –baik yang bersih maupun yang kotor- dan bermanuver layaknya mobil balap. Pakai gaya sliding, berkelit dan mengerem mendadak. Pokoknya seru dan sibuk deh. Pertanyaan saya adalah, mengapa sibuk sekali ya? Kan restoran ini termasuk kategori restoran siap saji. Tidak perlu mengorder makanan. Para pelayan hanya membawa makanan ke meja (itupun sebagian besar sudah tertata di piring), tidak perlu menghias piring (tak seperti restoran fine dining), dan menghitung bon pada akhir acara makan. Para pelanggan pun biasanya pergi membayar ke kasir sendiri. Jadi para pelayan tidak perlu bolak-balik ke kasir membawa uang/kartu kredit serta membawa balik uang kembalian/kartu kredit untuk ditandatangani. Mengapa mereka sibuk sekali, sampai terkadang terkesan lama melayani permintaan pelanggan?
Jawaban dari pertanyaan saya tadi mungkin hanya bisa dijawab oleh pengelola restoran Padang atau dari pemilik restoran/kantin lainnya. Namun peristiwa ngelamun ini membuat saya berpikir terhadap cara pengelolaan SDM di tempat kerja. Banyak perusahaan besar yang terperangkap di dalam paradigma Nasi Padang ini. Para karyawannya banyak, lengkap dengan bagan organisasi yang ribet dan job description yang bujubune kompleksnya. Namun yang sering terlewatkan oleh analisa kita adalah berapa banyak waktu yang disumbangkan oleh masing-masing pekerja itu di dalam menyelesaikan job description tadi. Karena berdasarkan pengalaman kerja kantor saya, banyak karyawan dengan job description yang rumit malah senggang waktunya. Itulah mengapa banyak komputer di tempat kerja yang isinya games di jam kerja. Banyak yang mondar-mandir membawa files, hanya untuk nongkrong di ruang tetangga, di toilet dan di area merokok. Pekerjaan atau proyeknya boleh banyak, namun waktu yang diperlukan untuk proyek itu ternyata tidak banyak. Yang pasti tidak 8 jam x 5 hari. Saya pernah bertemu dengan orang yang mempunyai daftar perkerjaan yang lumayan panjang dan rumit. Ternyata, kalau diperhatikan lagi, pekerjaan itu hanya dikerjakan selama dua minggu saja dalam sebulan. Lalu dua minggu sisanya? Yah, berkreativitas yang bukan untuk urusan kantor lah. Apakah kurang lebih begitu juga dengan tempat kerja yang lain? Mungkin iya, mungkin tidak. Tak ada salahnya kita mengintrospeksi diri, terutama kalau kita adalah calon wirausahawan. Perlu bagi manajer untuk mengoptimalkan waktu dan ketrampilan (skill) kerja teamnya.
Pengelolaan SDM penting, bukan hanya dari segi berapa panjang job description seseorang, melainkan juga berapa banyak waktu yang diperlukan untuk masing-masing job tadi. Janganlah mempunyai banyak karyawan yang sibuk mondar-mandir tanpa memberikan kontribusi yang professional dan maksimal.
Nah, kembali ke nasi Padang… daripada repot-repot menjawab pertanyaan lamunan saya, bagaimana kalau kita makan Padang saja sekarang? Maknyuss pasti!
(Tulisan ini ditulis oleh mellyberry khusus untuk Kampus Bisnis. Penulis pernah bekerja di bagian HRD di sebuah perusahaan publik.)
No comments:
Post a Comment