Wednesday, March 24, 2010
Love is a Magical Thing
My friend, the collegegirl, once asked me to write something about “love”, “magical moments”, “there’s a heart inside”, “something romantic.” Saya bisanya cuma meringis nyinyir, “Haree genee masih seputar love dan sejenisnya? Valentine udah lewat boo..” Tapi tentu saja saya tidak sedemikian resenya menjawab permintaan sang collegegirl. Hanya bisa maklum kalau si collegegirl ini (agak) kelebihan hormon ABG nya.
So here I am, writing something about love. Tentunya dengan segala keterbatasan dan kenyinyiran saya terhadap subyek love itu sendiri.
Apa sih cinta itu ? Saya tidak punya definisi yang tepat, tapi sudah banyak orang hebat yang berhasil menggambarkan apa cinta itu ke dalam bentuk yang lebih grafik. Dari cerita klasik Romeo and Juliet, ke Broadway shows Phantom of the Opera, Les Miserables, sampai ke jaman vampire dengan Twillight saga nya. Semua berusaha menggambarkan cinta yang sejati, cinta yang rruarr biasa, cinta yang dahsyat. Saking dahsyatnya sampai salah satu pihak rela mati demi sang cinta. Tak bisa hidup tanpa sang kekasih pujaan hati. Sudah cukup romantis belum nih? Garis besarnya, cinta adalah perasaan menyayangi seseorang atau sesuatu yang sedemikian besarnya sehingga kita rela berkorban untuk orang atau sesuatu tadi. Cinta itu lebih besar dan lebih beharga dari diri kita sendiri. Kita rela menjadi selfless, tidak semuanya me,myself, and I. Kita rela kalau kepentingan kita ditaruh di urutan keseribu, dan kepentingan orang yang kita cintai itu ditaruh di barisan terdepan. Cinta kita kepada pasangan kita, kepada anak-anak kita, kepada orang tua kita, kepada keluarga, kepada teman baik kita adalah contoh selfless unconditional love. Tidak semua cerita cinta atau perasaan cinta mesti dibarengi dengan sengatan listrik 1000 watt yang menggelepar-gelepar. Itu dulu kali, pas masa remaja selagi hormon sedang tidak stabil dan saat kita sedang merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Seiring dengan berjalannya waktu, jatuh cinta mungkin tidak se-nggelepar-nggelepar dulu, tapi jangan sampai tidak ada sengatannya sama sekali. Cinta kalau sudah tidak ada sengatan listriknya sama saja dengan mati lampu, gelap gulita boo. Kadang-kadang, yang namanya manusia, sering terjebak dalam rutinitas yang itu-itu saja. Dan rutinitas itu bisa mempengaruhi rasa dan kesan cinta itu sendiri. Biasanya dampaknya menjadi lebih hambar.
Jatuh cinta or falling in love itu tidak gampang. Makanya disebut jatuh cinta, karena kalau sudah jatuh kadang-kadang ada rasa sakitnya. Dan tergantung dengan hal-hal lain yang mempengaruhi ke-jatuh cinta-an kita, seringkali proses berdiri sehabis jatuh itu makan waktu dan makan emosi. Masuk akal kan mengapa disebut “jatuh” cinta dan bukannya “berdiri” cinta atau "melayang" cinta? Yang namanya jatuh cinta, orang yang mengalaminya benar-benar seperti jatuh. Dunianya jatuh, jungkir balik tak keruan. Jatuh, karena pasrah. Jatuh, karena kita menjadi selfless. Dan sesuai dengan namanya, jatuh cinta terkadang mesti sakit dulu sebelum benar-benar bahagia.
Love is a wonderful thing. Rasanya dahsyat dan segabrek. Seperti masuk ke swalayan, macam-macam barangnya. Kalau orang yang kita cintai tidak membalas cinta, ya gak apa-apa. Tidak ada yang bilang kalau jatuh cinta itu instan. Untuk sesuatu yang semuktahir “falling in love” memang sudah sepantasnya kalau butuh pengorbanan dan butuh kerja keras. Kalau gampang mah rasanya pasti tidak senikmat aslinya, malah-malah bisa tidak dihargai. Menjaga untuk terus falling in love juga tidak mudah. Cinta tidak mandeg pada saat kita getting married. Cinta akan hobi kita tidak berhenti pada saat kita gagal atau pada saat kita sudah sukses. Biarpun perasaan jatuh cintanya sudah tidak menggebu-gebu seperti pada saat pacaran dulu, jagalah supaya the flame keeps burning. Enak kan rasanya punya soul mate, yang bisa mengerti apa yang kita pikirkan dan yang kita rasakan tanpa harus berkata-kata. Yang bisa menyelesaikan kalimat yang akan kita ucapkan tanpa petunjuk atau aba-aba? Kualitas ini huebatt sekali. Tidak perlu punya keahlian seperti si Edward Cullen (Twillight) untuk bisa membaca pikiran orang lain. Kita bisa membaca hati dan pikiran orang yang kita cintai tanpa telepati. That’s pure love.
Love di sini bukan terbatas pada manusia saja. Love juga bisa berarti jatuh cinta kepada hobi kita, pada pekerjaan kita. Kalau cinta mengajar, mengajarlah dari hati. Kalau cinta dengan menyanyi, ya menyanyilah dengan segenap perasaan, biarpun menyanyinya hanya sebatas di kamar mandi doang. Kalau cinta menulis, menulislah dengan penuh cinta. Kerjakan dengan senang hati, seakan-akan dunia tak berputar tanpanya. Masalah berhasil atau tidak, masalah dihargai orang lain atau tidak, itu masalah kedua. Masalah dicintai balik atau tidak oleh seseorang itu masalah berikutnya. Yang penting, luapkan emosi cinta ke dalam semua pekerjaan yang kita cintai. Ke orang-orang yang kita cintai. Harus dengan efek menggelepar-gelepar bagaikan tersengat listrik, biarpun tidak perlu 1000 watt dayanya.
Love is a powerful feeling. It’s different from like. You can live without like quite easily. But you can’t live without love. It’s like breathing with no air. Keep falling in love, no matter how deep or how hurt you have fallen before. Cos love is an amazing feeling. It’s a magical thing that can turn your world upside down. It’s the reason why we have a heart. It’s the only reason why we feel alive.
So, here we go, collegegirl. May not be the one you asked (haha). I am not good in writing a love story. This piece is written while I am listening to Taylor Swift song “Love story”. She’s singing the story of Romeo and Juliet..Lagi berpikir, coba kalau dulu sudah ada blackberry, bbm dan sejenisnya, mungkin Romeo dan Juliet tidak perlu sampai mati demi kesalahpahaman cinta. Mungkin mereka bisa hidup bahagia sampai kakek nenek. Maybe...
Labels:
about me,
Bahasa Indonesia,
Friends,
Love
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
"...does love need a reason?..." that came out later...
ReplyDelete...loveisamagic... doesnt need a single reason...
collegegirl
Ngomong soal cinta kayak e kamu sedikit lupa menyebutkan soal Tuhan 'the master of love'
ReplyDeletepure love come from GOD... Kayaknya tanpa Tuhan kita tidak akan mengenal istilah 'cinta'...
Btw ini sekedar tambahan biar tulisanmu tambah rame..and I still ur fans la wkwkwkwk